Protein merupakan polimer biologis yang mengekspresikan fungsi dari suatu sel. Protein tersusun dari suatu monomer yang disebut dengan asam amino. Asam amino ini akan saling berikatan membentuk suatu rantai polipeptida, di mana rantai polipeptida ini nantinya akan menyusun protein sehingga protein terlihat seperti memiliki bentuk 3 dimensi. Protein untuk dapat beraktivitas secara maksimal memerlukan komponen ekstra yang disebut sebagai kofaktor. Protein yang tidak berikatan dengan kofaktor ini disebut sebagai apoprotein (Clark dan Russel, 2005).
Struktur molekul protein sangat beragam, tetapi pada dasarnya protein merupakan polimer dari 20 asam amino. Polimer asam amino disebut polipeptida. Suatu protein terdiri dari satu atau lebih polipeptida yang terlipat dan terbelit membentuk suatu kesesuaian yang spesifik dengan fungsinya. Bentuk tiga dimensi atau konformasi protein ditentukan oleh urutan asam amino pada suatu polipeptida penyusun protein tersebut (Campbell et all., 1999). Dari segi tingkatannya terdapat empat tingkat struktur protein yaitu: struktur primer yang menggambarkansekuen linier residu asam amino suatu protein, struktur sekunder terbentuk karena adanya ikan hidrogen, stuktur tersier mengambarkan rantai polipeptida yang telah mengalami folding sempurna dan kompak dan struktur kuartener yang memperlihatkan asosiasi dua atau lebih rantai polipeptida yang membentuk multisubunit. (Clark, 2005)
Protein memiliki peran vital bagi makhluk hidup. Protein membentuk struktur organisme, memainkan peranan utama dalam reaksi regulasi, sebagai carrier molekul tertentu, sebagai molekul pertahanan dan terlibat dalam reaksi signaling. Protein disintsis di ribosom dan DNA yang mengkode pembentukan protein. Banyak sinyal dari perkembangan organisme yang menentukan kode yang mana yang akan ditranskripsikan dan ditranslasi menjadi produk akhir protein (Brady, 2005).
Struktur Protein
Struktur protein dapat diketahui dengan kristalografi sinar-X atau pun spektroskopi NMR. Namun, kedua metode tersebut sangat memakan waktu dan relatif mahal. Sementara itu, metode sekuensing protein relatif lebih mudah mengungkapkan sekuens asam amino protein. Prediksi struktur protein berusaha meramalkan struktur tiga dimensi protein berdasarkan atas sekuens asam aminonya. Dengan perkataan lain, prediksi tersebut meramalkan struktur sekunder dan struktur tersier berdasarkan atas struktur primer protein.
Metode prediksi struktur protein yang ada saat ini dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu metode pemodelan protein komparatif dan metode pemodelan de novo. Pemodelan protein komparatif (comparative protein modelling) meramalkan struktur suatu protein berdasarkan atas struktur protein lain yang telah diketahui. Salah satu penerapan metode ini adalah homology modelling, yaitu prediksi struktur tersier protein berdasarkan atas kesamaan struktur primer protein. Pemodelan homologi didasarkan atas teori bahwa dua protein yang homolog memiliki struktur yang sangat mirip satu sama lain.
Pada metode ini, struktur suatu protein yang disebut dengan protein target, ditentukan berdasarkan atas struktur protein lain atau protein templet, yang telah diketahui dan memiliki kemiripan sekuens dengan protein target tersebut. Selain itu, penerapan lain pemodelan komparatif ialah protein threading yang didasarkan atas kemiripan struktur tanpa kemiripan sekuens primer. Latar belakang protein threading ialah bahwa struktur protein lebih dikonservasi daripada sekuens protein selama evolusi; daerah-daerah yang penting bagi fungsi protein dipertahankan strukturnya. Pada pendekatan ini, struktur yang paling kompatibel untuk suatu sekuens asam amino dipilih dari semua jenis struktur tiga dimensi protein yang ada. Metode-metode yang tergolong dalam protein threading berusaha menentukan tingkat kompatibilitas tersebut.
Struktur protein dapat ditentukan dari sekuens primernya tanpa membandingkan dengan struktur protein lain berdasarkan pendekatan de novo atau ab initio. Terdapat banyak kemungkinan dalam pendekatan ini, misalnya dengan menirukan proses pelipatan (folding) protein dari sekuens primernya menjadi struktur tersiernya (misalnya dengan simulasi dinamika molekular), atau dengan optimisasi global fungsi energi protein. Prosedur-prosedur ini cenderung membutuhkan proses komputasi yang intens sehingga saat ini hanya digunakan dalam menentukan struktur protein-protein kecil.